Alkisah suatu ketika, Kapak, Gergaji, Palu dan Nyala Api
sedang mengadakan perjalanan bersama-sama. Di suatu tempat perjalanan mereka
terhenti karena terdapat sepotong besi baja yang tergeletak menghalangi jalan.
Mereka berusaha menyingkirkan baja tersebut dengan kekuatan
yang mereka miliki masing-masing.
”Itu bisa aku singkirkan”, kata Kapak.
Pukulan-pukulannya keras sekali menghantam baja yang kuat
dan keras juga itu. Tapi tiap bacokan hanya membuat kapak itu lebih tumpul
sendiri sampai ia berhenti.
”Sini, biar aku yang urus,” kata Gergaji.
Dengan gigi-gigi yang tajam tanpa perasaan, iapun mulai
menggergaji. Tapi ia kaget dan kecewa, semua giginya jadi tumpul dan rontok.
”Apa kubilang,” kata Palu ”Kan aku sudah ngomong, kalian tak
bisa. Sini, sini aku tunjukkan caranya”.
Tapi baru sekali ia memukul, kepalanya terpental sendiri,
dan baja tetap tidak berubah.
“Boleh aku coba?” tanya Nyala Api. Dan iapun melingkarkan
diri, dengan lembut menggeluti, memeluk dan mendekapnya erat-erat tanpa mau
melepaskannya. Baja yang keras itupun meleleh cair.
Apa yang mau saya katakan melalui ilustrasi ini?
Ada banyak hati yang cukup keras untuk melawan kemurkaan dan
amukan kemarahan demi harga diri. Tapi jarang ada hati yang tahan melawan nyala
api cinta kasih yang hangat.
Betapa arif dan bijak ada dalam sebuah kelembutan dan
kehangatan, seperti api yang mencairkan hati yang dingin. Ah, tak ada yang
tahan menampik nyala api cinta kasih. Hati yang keras sekalipun akan luluh
dengan kehangatan cinta....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar