Suatu hari, di sebuah rumah terlihat kesibukan penghuninya.
Mereka bersama-sama mengangkat, menggeser, dan memindah-mindahkan
berbagai macam perabot rumah dengan diselingi canda dan sapa akrab di
antara mereka. Rupanya seiring dengan bertambahnya usia, anak-anak ingin
kamar tidur terpisah, sehingga ada keleluasaan untuk mengatur
barang-barang mereka sendiri.
Bersama mereka merencanakan pembagian ruang, perabotan, dan tugas, dan
sengaja meluangkan waktu libur untuk merenovasi sesuai rencana yang
telah disepakati. Di keluarga itu, ayah dan anak-anak memiliki kesamaan
minat dan aktif di berbagai kegiatan dan organisasi, seperti olah raga,
kesenian dan kegiatan sosial lainnya. Itu bisa dilihat dari banyaknya
piagam penghargaan dan piala yang berhasil didapat dan saat ini
tegeletak di berbagai sudut, terbengkalai dan belum tersentuh.
Setelah memikirkan bersama, mereka memastikan piagam dan piala akan
ditempatkan di ruang tamu dengan menambahkan rak pajang. Sambil
bernostalgia mengingat saat kemenangan, si sulung berkomentar, “Bu,
rasanya enggak komplit lho, di antara piala dan piagam ini tidak ada
nama ibu. Waktu ibu muda sampai sekarang, apa ibu enggak pernah ikut
pertandingan?”
“Wah kalau ibu kalian ikut bertanding dan menjadi pemenang juga, kita
semakin repot dong mencari tempat untuk menyimpan piala dan piagam ini,
hahaha,” timpal sang ayah.
“Eh, Ibu juga punya piagam, lho… Bukan hanya satu, tapi dua! Penasaran?
Kalau ingin tahu piagam apa yang ibu punya, sediakan saja dua paku
kosong, besok akan ibu gantung piagamnya di sana,” sambil tersenyum
misterius, ibu melanjutkan kerjanya.
Ayah dan anak saling bertanya lewat tatapan mata. Bersamaan mengangkat
bahu tanda masing-masing tidak mempunyai jawaban atas pernyataan piagam
rahasia milik ibu. Dengan penasaran, keesokan harinya mereka segera
melihat di ruang tamu. Ah… pakunya masih kosong! Saat selesai makan
malam, ibu pun mengumumkan layaknya seorang pembawa acara.
“Hadirin, sesuai janji kemarin, piagam yang ibu dapatkan sudah
tergantung di tempatnya, silakan ke ruang tamu untuk melihatnya!” Mereka
berhamburan ke ruang tamu ingin segera tahu, kejuaraan apa yang telah
dimenangkan oleh ibu atau piagam penghargaan seperti apa yang telah
dirahasiakan ibu selama ini? Pasti sangat luar biasa sampai orang
serumah tidak pernah ada yang tahu!
Setiba di sana, terpampang di tembok telah dipigura, akte kelahiran
masing-masing anak. Mereka terkesima dan begitu tersadar, si sulung
segera memeluk ibunya, “Iya Bu, ini adalah piagam paling berharga di
seluruh dunia. Pertanda Ibu telah memenangkan pertandingan terbesar dan
terhebat karena diperjuangkan dengan taruhan nyawa. Piala dan piagam
yang kami dapat, tidak sepadan dengan piagam yang ibu punya. Terima
kasih telah mengingatkan dan maafkan kesombongan kami, Bu,” dengan
terharu mereka berpelukan.
Seorang ibu, walaupun tanpa piagam dan penghargaan apapun,
tetap adalah pahlawan bagi anak-anaknya. Entah semewah atau sesederhana
apapun sebuah rumah, sosok ibu adalah tempat terindah untuk anak-anaknya
pulang.
Semoga, saat ini masih ada kesempatan buat kita untuk
berbakti kepada ibu dan senantiasa mensyukuri bahwa melalui dialah kita
ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar