Alkisah, ada seorang anak yang sangat menyenangi bunga. Ia
ingin rumahnya ditumbuhi oleh bunga-bunga indah. Karena itu, saat akan
berulang tahun, ia pun meminta hadiah kepada orangtuanya.
“Papa, mama. Aku ingin sekali punya tanaman bunga yang indah seperti di
taman kota, seperti waktu Papa ajak aku jalan-jalan tempo hari,” pinta
si bocah.
Keesokan harinya, tepat di hari ulang tahunnya, permintaan itu
dikabulkan. Sebuah pot bunga berisi tumbuhan segar diberikan sebagai
hadiah.
“Terima kasih Pa, Ma.. Tapi, ini kok nggak ada bunganya?” tanya si bocah polos.
“Bunga yang kamu inginkan itu memang hanya tumbuh saat musimnya
datang,” jawab kedua orangtua itu sabar. “Yang penting, rawat tanaman
ini baik-baik, sirami, dan pelihara sungguh-sungguh.”
Si bocah pun mematuhi kata-kata orangtuanya. Setiap hari, disiraminya
tanaman bunga yang diletakkan di pinggir jendela kamarnya itu. Hari demi
hari berlalu. Tak terasa, sudah dua minggu lebih tanaman itu ada di
kamar si bocah. Tanaman itu terlihat makin segar karena rajin disiram
oleh si bocah. Tapi, yang ditunggu-tunggu si bocah tak kunjung tiba.
Tanaman itu baru memunculkan satu dua kuncup calon bunga. Maka, si bocah
pun bertanya kepada kedua orangtuanya.
“Papa Mama, mengapa aku sudah rajin menyiram dan merawat, yang muncul hanya kuncup ini? Mana bunganya?”
“Nak, sabar. Kuncup itu akan jadi bunga indah yang kamu inginkan. Terus
rawat. Maka kuncup itu akan mekar pada waktunya…” nasihat kedua
orangtuanya sabar.
Si bocah mengangguk. Namun, dalam hatinya ia sedikit kecewa. Sudah
cukup lama ia menanam dan merawat, tapi yang ia dapat hanya kuncup
bunga.
Tak terasa, seminggu kemudian, kuncup itu pun terlihat hendak mekar.
Warna kuning merekah sudah terlihat dari dalam kuncup itu. Si bocah
kegirangan. Dikiranya, bunga itu segera akan mekar. Maka, ia pun segera
meraih kuncup bunga yang hendak merekah itu. Ia merasa, bunga itu harus
dibantu untuk bisa keluar dan menghiasi kamarnya.
Tanpa ia sadar, tindakannya itu justru merontokkan bunga yang hendak
mekar. Bunga yang memang sedang menunggu saat tepat untuk merekah itu
justru layu saat dibantu tangan bocah untuk mekar. Bocah itu pun
menangis. Ia menyesali perbuatannya yang hendak membantu mekarnya bunga,
malah mematikan bunga itu.
Kisah tadi adalah sebuah pelajaran kehidupan, bahwa tidak ada sesuatu
yang instan. Kita bisa saja mempercepat proses untuk mendapatkan apa
yang kita inginkan. Tapi, jika memang belum saatnya untuk “matang”,
hampir bisa dipastikan, apa yang didapat, tak memiliki fondasi yang
kuat. Akibatnya, sukses yang diperoleh pun akan mudah tumbang, mudah
goyah, dan mudah pula ditiup badai kehidupan.
Karena itu, sadari sepenuhnya, bahwa semua butuh diperjuangkan dengan
proses yang tak bisa instan. Justru, dengan melewati berbagai halangan,
tantangan, dan kesulitan, akan mendewasakan.
Mari, jangan pernah menyerah saat proses hidup terasa menyulitkan.
Sebab, di sanalah kita akan digembleng menjadi insan dengan “akar” kuat
yang saatnya matang kelak, akan jadi pribadi hebat penuh manfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar