Dada ini longar bila tanpa penyangga, dada ini akan terasa terhimpit
bila tulang yang ada tak mampu mempu menopang desah nafas. Itulah tulang
rusuk, tulang rusuk suami ada pada istri dan istri sebagai penopang
kehidupan suami. Tak lantas beramarah bila rusuk itu kemudian susah
untuk diluruskan, dan tak harus jenggah bila suami tak jua segera
meluruskan. Yang dibutuhkan adalah pengertian, kesabaran dan saling
memberi waktu untuk mengerti. Itulah hakikat cinta sejati pasangan
suami-istri.
Karena Kamu Tulang Rusukku
Sebuah senja yang sempurna, sepotong donat, dan lagu cinta yang lembut.
Adakah yang lebih indah dari itu, bagi sepasang manusia yang memadu
kasih? Raka dan Dara duduk di punggung senja itu, berpotong percakapan
lewat, beratus tawa timpas, lalu Dara pun memulai meminta kepastian. ya,
tentang cinta.
Dara : Siapa yang paling kamu cintai di dunia ini?
Raka : Kamu dong?
Dara : Menurut kamu, aku ini siapa?
Raka : (Berpikir sejenak, lalu menatap Dara dengan pasti) Kamu tulang
rusukku! Ada tertulis, Tuhan melihat bahwa Adam kesepian. Saat Adam
tidur, Tuhan mengambil rusuk dari Adam dan menciptakan Hawa. Semua pria
mencari tulang rusuknya yang hilang dan saat menemukan wanita untuknya,
tidak lagi merasakan sakit di hati.”
Setelah menikah, Dara dan Raka mengalami masa yang indah dan manis untuk
sesaat. Setelah itu, pasangan muda ini mulai tenggelam dalam kesibukan
masing-masing dan kepenatan hidup yang kain mendera. Hidup mereka
menjadi membosankan. Kenyataan hidup yang kejam membuat mereka mulai
menyisihkan impian dan cinta satu sama lain. Mereka mulai bertengkar dan
pertengkaran itu mulai menjadi semakin panas. Pada suatu hari, pada
akhir sebuah pertengkaran, Dara lari keluar rumah. Saat tiba di seberang
jalan, dia berteriak,
“Kamu nggak cinta lagi sama aku!” Raka sangat membenci ketidakdewasaan Dara dan secara spontan balik berteriak,
“Aku menyesal kita menikah! Kamu ternyata bukan tulang rusukku!” Tiba-tiba Dara menjadi terdiam ,
Berdiri terpaku untuk beberapa saat. Matanya basah. Ia menatap Raka,
seakan tak percaya pada apa yang telah dia dengar. Raka menyesal akan
apa yang sudah dia ucapkan. Tetapi seperti air yang telah tertumpah,
ucapan itu tidak mungkin untuk diambil kembali. Dengan berlinang air
mata, Dara kembali ke rumah dan mengambil barang-barangnya, bertekad
untuk berpisah. “Kalau aku bukan tulang rusukmu, biarkan aku pergi.
Biarkan kita berpisah dan mencari pasangan sejati masing-masing.”
Lima tahun berlalu. Raka tidak menikah lagi, tetapi berusaha mencari
tahu akan kehidupan Dara. Dara pernah ke luar negeri, menikah dengan
orang asing, bercerai, dan kini kembali ke kota semula. Dan Raka yang
tahu semua informasi tentang Dara, merasa kecewa, karena dia tak pernah
diberi kesempatan untuk kembali, Dara tak menunggunya. Dan di tengah
malam yang sunyi, saat Raka meminum kopinya, ia merasakan ada yang sakit
di dadanya. Tapi dia tidak sanggup mengakui bahwa dia merindukan Dara.
Suatu hari, mereka akhirnya kembali bertemu. Di airport, di tempat
ketika banyak terjadi pertemuan dan perpisahan, mereka dipisahkan hanya
oleh sebuah dinding pembatas, mata mereka tak saling mau lepas.
Raka : Apa kabar?
Dara : Baik… ngg.., apakah kamu sudah menemukan rusukmu yang hilang?
Raka : Belum.
Dara : Aku terbang ke New York dengan penerbangan berikut.
Raka : Aku akan kembali 2 minggu lagi. Telpon aku kalau kamu sempat.
Kamu tahu nomor telepon kita, belum ada yang berubah. Tidak akan ada
yang berubah.
Dara tersenyum manis, lalu berlalu.
“Good bye….”
Seminggu kemudian, Raka mendengar bahwa Dara mengalami kecelakaan, mati.
Malam itu, sekali lagi, Raka mereguk kopinya dan kembali merasakan
sakit di dadanya. Akhirnya dia sadar bahwa sakit itu adalah karena Dara,
tulang rusuknya sendiri, yang telah dengan bodohnya dia patahkan.
“Kita melampiaskan 99% kemarahan justru kepada orang yang paling kita cintai. Dan akibatnya seringkali adalah fatal”